Polemik Larangan Hijab di RS Medistra Jakarta Selatan, Memicu Protes Publik dan Seruan Revisi Kebijakan
Jakarta, – RS Medistra di Jakarta Selatan tengah menghadapi tuduhan serius terkait diskriminasi terhadap calon pekerja Muslim yang mengenakan hijab. Kasus ini mencuat setelah seorang dokter spesialis bedah onkologi, Dr. Diani Kartini, menyatakan mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap kebijakan rumah sakit yang melarang pegawai medis untuk mengenakan hijab.(29 Agustus 2024)
Dr. Diani mengungkapkan bahwa dalam proses wawancara, beberapa calon pegawai diminta melepas hijab jika diterima bekerja di RS Medistra. Keputusan ini diambil, menurutnya, karena tidak ingin berada di lingkungan kerja yang melarang karyawan menjalankan keyakinan agama mereka. "Ini bukan hanya soal hijab, tapi soal kebebasan beragama yang dijamin oleh undang-undang," ujar Dr. Diani
Reaksi dan Kritik dari Berbagai Pihak Kasus ini menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, menyebut kebijakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip kebebasan beragama dan meminta pihak berwenang segera melakukan investigasi. “Jika benar ada kebijakan seperti itu, maka ini melanggar hak asasi manusia.
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama, dan kebijakan yang melarang hijab tidak bisa dibenarkan,” tegas KH Cholil Nafis
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyatakan keprihatinan mereka. Ketua Komnas HAM menyebut bahwa setiap bentuk diskriminasi di tempat kerja berdasarkan agama atau keyakinan adalah pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia. "Setiap individu berhak untuk menjalankan keyakinan agamanya, termasuk dalam hal berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya," ujarnya.
Perspektif Hukum: Perlindungan Hak Beragama di Tempat Kerja
Kasus ini tidak hanya menjadi perhatian publik, tetapi juga membawa implikasi hukum. Berdasarkan Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945, setiap warga negara berhak untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Selain itu, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga mengatur bahwa setiap pekerja memiliki hak untuk tidak didiskriminasi berdasarkan agama, ras, dan gender
Menurut undang-undang tersebut, kebijakan yang melarang penggunaan hijab di tempat kerja bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini juga bertentangan dengan peraturan internasional, seperti Konvensi ILO (Organisasi Buruh Internasional) yang telah diratifikasi oleh Indonesia, yang menjamin kebebasan beragama dan anti-diskriminasi di tempat kerja.
Publik mendesak RS Medistra untuk memberikan klarifikasi terkait tuduhan ini dan mengkaji ulang kebijakan internal mereka agar sesuai dengan prinsip hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Beberapa pihak juga meminta pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik diskriminatif di tempat kerja guna memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi dengan baik.
Sampai saat ini, RS Medistra belum memberikan pernyataan resmi mengenai tuduhan ini. Namun, kasus ini telah memicu diskusi yang lebih luas tentang pentingnya menghormati kebebasan beragama di tempat kerja dan perlunya regulasi yang lebih ketat untuk mencegah diskriminasi berbasis agama dalam lingkungan kerja di Indonesia.(Red/Tim)